Monday, May 01, 2006

Menumpang di Negara Sendiri

Ngomong-ngomong soal 42 warga Papua yang meminta suaka ke negara tetangga Australia, rasanya melihat keadaan di negara Indonesia sekarang ini, permintaan suaka itu sepertinya tidak bisa juga disalahkan.

Terlepas dari sikap saling menghormati hubungan diplomatik antara kedua negara, rasanya kebutuhan akan kehidupan yang aman, nyaman, dan lebih baik merupakan dambaan setiap manusia.

Merupakan hal yang wajar kalau seseorang merasa keselamatannya terancam dan kenyamanan hidupnya tidak didapatkan dari suatu tempat yang didiaminya selama beberapa lama, akan mencari tempat lain yang lebih aman dan nyaman bagi dirinya.

Saya tidak mengikuti dengan jelas berita mengenai alasan permintaan suaka ke 42 warga Papua itu kepada Australia, tetapi kalau melihat keadaan negara Indonesia seperti sekarang ini, sayapun rasanya tidak ingin lagi tinggal di Indonesia.

Banyak hal yang berubah begitu cepat di negara ini ketika gaung demokrasi diteriakkan dimana-mana. Saya menyadari, ketika suatu negara sedang dalam peralihan bentuk pemerintahan, akan terjadi pergolakan-pergolakan di dalam masyarakatnya. Indonesia sepertinya sekarang sedang dalam tahap beralih dari pemerintahan republik menjadi pemerintahan republik demokratis. Bisa dipahami bahwa dalam proses peralihan itu terjadi civil disorder dimana-mana, dan pembelotan beberapa warga untuk berpindah ke negara-negara tetangga yang lebih makmur juga merupakan satu proses yang biasa terjadi dalam proses peralihan tersebut. Timor Timur yang sekarang bernama Timor Leste, adalah salah satu contoh daerah yang ingin melepaskan diri dan berdiri sendiri. Kalau pemerintah Indonesia tidak pandai dalam mengatur daerah-daerah yang ada di dalam lingkup negara Indonesia, bisa-bisa satu demi satu daerah yang ada di Indonesia melepaskan diri dan ingin juga merdeka dan berdiri sendiri. Contoh lain adalah Maluku dan Aceh.

Saya bukan ahli di bidang pemerintahan ataupun kenegaraan. Yang saya tulis di sini adalah pemahaman saya sebagai orang awam, pikiran seseorang yang menjadi warga negara Indonesia sejak lahir.

Kembali kepada kebutuhan akan rasa aman dan nyaman menjadi warga negara Indonesia, sudah sejak lama saya tidak begitu merasakan "keamanan" dan "kenyamanan" sebagai warga negara Indonesia, terlebih lagi sekarang-sekarang ini.

Tingginya tingkat kejahatan dan makin banyaknya orang miskin di Indonesia yang turut berperan serta menciptakan orang-orang jahat baru, telah membuat rasa aman itu menjadi mahal. Banyaknya kelompok-kelompok yang ingin berkuasa di negara ini dengan memaksakan ideologi kelompoknya juga membuat rasa nyaman itu sulit didapat.

Bayangkan saja, setiap orang di Jakarta misalnya, tingkat kewaspadaan dirinya harus tinggi. Banyaknya orang-orang yang sulit mencari pekerjaan halal telah membuat orang-orang yang tinggal di Jakarta menjadi mudah curiga terhadap orang lain dan tingkat ke-tidak peduliannya kepada sesama manusia semakin tinggi. Contoh kecil saja, coba berkendaraan di Jakarta, selain macet, egoisme dari setiap pengendara kendaraan bermotor beroda dua atau empat sangat kelihatan. Contoh kecil lainnya, jika anda mendapat musibah di jalan, apakah masih ada orang yang akan peduli? Paling-paling orang-orang hanya akan menonton tanpa memberikan pertolongan apa-apa. Karena mereka punya bermacam-macam alibi untuk tidak menolong, misalnya : takut malah disalahkan, takut ikut-ikutan terbawa masalah, takut tertipu, atau bahkan benar-benar sudah tidak peduli dengan orang lain. Dalam banyak kesempatan malahan orang-orang yang ingin mengambil keuntungan dari kelengahan orang yang terkena musibah malah lebih sering berada di situ.

Contoh lainnya dari kebutuhan rasa aman yang sulit didapat adalah adanya premanisme berkedok agama. Premanisme yang dilakukan oleh kelompok agama tertentu, yang telah mengakibatkan kerugian bagi pihak lain sehingga pihak lain merasa kehilangan rasa amannya tidak dapat diatasi juga oleh kepolisian yang seharusnya bertugas melindungi masyarakat. Sudah banyak kasus-kasus yang terjadi dimana kelompok itu tetap bisa melakukan aksinya dimana-mana tanpa pihak kepolisian bisa bertindak tegas. Polisi yang tugasnya melindungi tidak bisa memberikan perlindungan yang dibutuhkan, dan hak-hak para pihak yang tertindas tidak juga bisa diperjuangkan. Jadi, apakah salah kalau kemudian timbul keinginan untuk mencari rasa aman di tempat lain? Padahal mereka juga warga negara Indonesia! Mereka punya hak dan kewajiban yang sama dengan para preman berkedok agama itu. Tetapi mereka ditindas secara terang-terangan, dan para petugas pelindung masyarakat tidak bisa berbuat banyak! Padahal kalau mau ditelusuri lebih jauh siapa pemimpin kelompok preman berkedok agama itu, mungkin saja dia bukan orang Indonesia asli!

Rasa nyaman pun semakin sulit didapat dan sangat mahal harganya. Contoh kecil saja, jalan tol. Sebagian besar jalan tol di Jakarta, macet! Sudah macet, masih harus bayar pula! Dan tarifnya terus naik!

Itu baru jalan tol, tidak usah ditanya lagi kalau jalan yang bukan tol. Macetnya tidak ketolongan!

Belum lagi abuse of power yang juga digunakan oleh orang-orang yang merasa dirinya "pejabat" yang seringkali memanfaatkan jabatannya untuk mendapatkan prioritas di jalan raya, dimana ketika mereka lewat di jalan tersebut, orang-orang diminta menyingkir dengan suara sirine dan pengawalan yang seharusnya menurut peraturan cuma Presiden dan Wakil Presiden saja yang bisa mendapatkan fasilitas seperti itu!

Adanya abuse of power yang digunakan oleh pemerintah-pemerintah daerah juga membuat rasa nyaman jauh dari jangkauan. Salah satu contohnya adalah penerapan Perda Pelacuran yang terjadi di Tangerang yang sangat merugikan masyarakatnya dan menimbulkan keresahan.

Ada lagi RUU APP yang draftnya memunculkan kontroversi di masyarakat karena dianggap memasuki areal pribadi setiap warga negara, menjadikan perempuan sebagai obyek tetapi lupa memasukkan kepentingan anak-anak di dalamnya, dan mengancam kesatuan negara.

Jadi, dimana rasa aman dan nyaman itu ketika kita sebagai warga negara saja merasa hidup di negara kita sendiri seperti menumpang? Bukankah wajar kalau kemudian seseorang berfikir untuk mencari tempat lain yang bisa memberikan rasa aman dan nyaman?

Jadi, apakah salah kalau ada orang-orang yang ingin mencari suaka ke negara lain, atau ada daerah-daerah yang ingin berdiri sendiri? Pemerintah jangan bisanya cuma merasa marah dan merasa dipermalukan saja, tapi bukti kongkret dari pemberian rasa aman dan nyaman itu sendiri mana?

Saya sendiri rasanya sudah muak berada di negara ini. Sejak 4 tahun yang lalu, saya sudah berancang-ancang ingin meninggalkan negara ini untuk berusaha mencari kehidupan yang lebih baik. Sayangnya ketika 4 tahun yang lalu saya sedang bersiap-siap untuk memulai langkah baru kehidupan saya di negara lain, sekelompok teroris bermain-main dengan nyawa dan nama baik negara Indonesia sehingga negara ini sempat diblokir oleh beberapa negara lain, salah satunya negara yang saya jadikan tujuan untuk kepindahan saya!

Tapi impian saya untuk berpindah ke negara lain belum mati. Sampai sekarang pun saya tetap memelihara cita-cita saya itu. Kalau saya hidup di negara saya sendiri saja seperti menumpang, saya pikir lebih baik saya menumpang di negara lain untuk mendapatkan hidup yang lebih baik dengan kualitas manusia-manusia yang dihasilkannya sudah bisa terlihat jelas lebih baik!

No comments: