Monday, May 08, 2006

Happy Birthday Lovey!

May 3, enam tahun yang lalu…

Sepagi ini handphoneku tidak berhenti berdering. Aku memang sedang sibuk mempersiapkan RUPS yang dilangsungkan dua hari lagi. Direksi sudah berada di Jakarta sejak pagi ini untuk meeting dengan Dewan Komisaris. Banyak perubahan-perubahan baru yang harus segera diinput ke dalam materi presentasi yang kubuat.

Di usia kehamilan yang sudah delapan bulan lebih ini, aku memang belum mengambil cuti. Banyak bergerak justru membuatku bersemangat. Aku tidak suka bermalas-malasan walaupun sedang mengandung.

Sesekali kurasakan perutku seperti berkontraksi. Tapi aku tidak terlalu memikirkannya. Kehamilan yang kedua sudah tidak terlalu menimbulkan kekhawatiran bagiku. Aku sudah terbiasa dengan kontraksi yang bisa tiba-tiba datang dan pergi.

Tapi kontraksi pagi ini seperti berurutan. Kontraksinya berulang setiap setengah jam. Perutkupun rasanya tegang sekali. Kupikir, mungkin aku terlalu lelah. Bossku bahkan baru saja telepon dan memintaku untuk tidak pergi keluar kantor hari ini karena beliau bisa setiap saat membutuhkan data-data yang ada padaku.

Tapi semakin lama kontraksi ini semakin hebat. Rasanya sudah setiap kira-kira 15 menit perutku menegang. Di tengah-tengah kesibukanku, ku sempatkan juga menghubungi Rumah Sakit Bunda, tempatku biasa memeriksakan kandunganku.

“Saya nggak tahu nih, tapi setiap 15 menit sepertinya perut saya berkontraksi”, kataku kepada Suster yang menerima teleponku.

“Wah, kalau begitu Nyonya datang saja ke sini supaya bisa diperiksa,” kata Suster di seberang sana.

“Hm… ok deh kalau begitu, sebentar lagi saya ke sana,” jawabku akhirnya.

Aku bermaksud memanfaatkan jam makan siangku untuk memeriksakan keadaanku. Waktu sudah menunjukkan jam 12.15. Aku bergegas menuju ke Rumah Sakit. Melihat kondisiku, suster memanggil Bidan jaga untuk melakukan pemeriksaan umum.

“Wah, ini sudah bukaan ke 4, Nyonya. Nyonya sama siapa ke sininya?”, tanya Bidan jaga.

“Sendiri Sus, memangnya saya sudah mau melahirkan?”, kataku balik bertanya.

“Iya Nyonya, kok Nyonya sendiri sih ke rumah sakitnya? Nggak ada teman atau saudara begitu yang ngantar?”, tanyanya lagi.

“Nggak ada Sus, ya sudah, kalau saya mau melahirkan saya mau menelepon kantor dan adik saya dulu,” kataku.

Lalu, aku menghubungi asistenku di kantor.

“San, gue mau melahirkan dulu nih, tolong matikan computer gue dan ijinin ke Personalia ya! Sama sekalian tolong bilangin Boss gue, gue gak bisa balik lagi ke kantor,” kataku kepada asistenku.

“Hah? Mbak R mau melahirkan kok cuek banget gitu sih? Serius nih mbak?,” tanya asistenku kaget.

“Iya… udah ya, nanti gue kabarin lagi,” kataku sambil meringis menahan mules.

Kemudian kuhubungi juga adik laki-lakiku supaya memberitahu orang rumah dan membawa perlengkapan melahirkan yang sudah kusiapkan di rumah sebelumnya. Adikku kaget.

Kucoba menghubungi suamiku. Tapi handphonenya mati. Argh, aku tak mau ambil pusing capek-capek mencari-cari dia. Kuminta adikku saja yang mencoba mencarinya.

Sementara itu, perutku bertambah mules. Dokter kandunganku belum datang juga. Macet, katanya. Tapi rasanya bayiku sudah mendesak ingin keluar. Untung adikku datang dan menjengukku di ruang tunggu melahirkan. Adikku segera memanggil suster, dan bidan yang memeriksaku segera mengambil tindakan yang cepat. Mereka membawa kursi roda ke dalam ruangan itu, tapi bayiku sudah mau keluar. Aku menolak duduk di kursi roda karena kepala bayiku terasa sudah hampir keluar. Akhirnya mereka mengambil tempat tidur dorong dan memindahkanku ke tempat tidur dorong itu untuk kemudian membawaku ke ruang bersalin.

Sesampainya di Ruang Bersalin, baru saja mereka memindahkanku ke tempat tidur bersalin, bayiku sudah berusaha menyeruak keluar. Dokter kandunganku belum datang juga. Akhirnya terpaksa Bidan jaga tersebut yang membantuku melahirkan. Hanya selang beberapa menit dari pantatku menyentuh tempat tidur bersalin, kepala bayiku sudah menyembul keluar. Dan dia lahir dengan selamat. Sebuah proses melahirkan yang cepat, dan nikmat. Sama sekali tidak terasa sakit kecuali mules karena kontraksi. Ketika dokter datang, dia hanya tinggal memotong ari-ari bayiku.

Kelahiran anak keduaku berjalan lancar. Kuberi nama dia Edsa Estella. Echa panggilannya. Bayiku perempuan lagi, dan cantik juga seperti anak India. Semua ketegangan langsung sirna begitu kulihat wajah cantiknya.

Suamiku? Entah ada dimana dia. Sehari kemudian dia baru meneleponku tanpa perasaan bersalah. Tapi aku sudah tak peduli. Kehadiran bayi cantikku lebih berharga dari apapun juga.


May 7, 2006

Pagi ini kami semua sibuk. Hari ini Ulang Tahun Echa yang ke 6. Putri kecilku sudah sibuk mematut-matut gaunnya di depan kaca sejak tadi malam. Dan sekarang dia sudah siap dengan gaunnya dan seakan tidak sabar ingin segera berangkat ke Mc Donald untuk merayakan ulang tahunnya bersama teman-teman sekolahnya.

Sebenarnya Ulang Tahun Echa jatuh pada tanggal 3 Mei. Tapi dia ingin pestanya diadakan pada hari Minggu. Dia ingin teman-temannya bisa hadir semua, dan juga tidak ingin mengganggu waktu kerjaku.

Jam 11:00 kami semua tiba di Mc Donald. Beberapa temannya sudah datang. Sambil menunggu teman-temannya yang lain, dia mengajak teman-temannya bermain terlebih dahulu.

Pesta Ulang Tahunnya dimulai jam 11.30. Keceriaan begitu terpancar di wajahnya. Ini pertama kalinya dia berulang tahun dengan pesta seperti ini. Tahun-tahun sebelumnya, karena dia bersekolah di Play Group & TK Islam, sekolahnya tidak mengijinkan perayaan Ulang Tahun di sekolahnya. Tapi tahun ini dia tidak mau ketinggalan pesta lagi. Echa iri dengan pesta-pesta Ulang Tahun kakaknya. Tahun ini semua cita-citanya dia akan pesta Ulang Tahun terlaksana.

Ternyata semua teman-teman sekolahnya datang didampingi orang tuanya masing-masing. Echa bahagia sekali. Suasana pesta menjadi ramai dan ceria. Dia juga senang mendapat kado yang banyak!

Happy Birthday my Love! Mama loves you so much!

No comments: