Sunday, October 29, 2006

Aku takut...

Aku berada pada kondisi yang tidak bisa dijelaskan secara logis, katamu. Satu kalimat yang tidak akan pernah bisa aku mengerti sampai kapanpun. Bahkan ketika aku berusaha mencarinya sampai ke seluruh ruang hatimu yang bisa kumasuki. Dengan susah payah.

Nothing. Aku tetap saja tidak mengerti.

Yang aku mengerti, aku sedih.

Aku menikmati memelukmu. Aku menikmati membelai rambutmu sambil sesekali mencium rambutmu. Aku juga menikmati genggaman lembut tanganmu. Tapi tahukah kamu kalau di saat itu hatiku menangis hebat? Tahukah kamu kalau luka ini berdarah lagi?

Sejujurnya? Aku takut.

Apakah aku mulai benar-benar kehilangan akal lagi? Mencintai tanpa tujuan yang jelas? Apakah aku mencintai kamu?

Monday, May 15, 2006

MATI

It was happened again. She called him again. I was there with him and he was so nervous receiving her call. He tried to avoid the conversation in front of me and asked her to call him again later.

It's happened again! God! I've been hurt again. It's so painful. For hundred times, I've been down again. It's really hurt so I couldn't say anything more.

Jantungku berdetak kencang. Aku terduduk. Lemas. Semangatku melayang seketika. Ada perih yang menyayat begitu dalam dan tiada tertahan.

Aku marah. Aku sedih. Aku terhina.

Maafku tak berarti. Diamku tak bermakna. Kepercayaanku mengabur. Tangisku tak terdengar. Air mataku mengering. Luka ini begitu dalam.

Perjalananku sia-sia. Perjuanganku tercampakkan. Pengorbananku menguap. Aku terkulai.

Untuk ke sekian kalinya hati ini teraniaya. Untuk ke sekian kalinya aku terjebak dalam permainan manusia-manusia tak berperasaan. Manusia-manusia egois itu tak akan pernah menghentikan permainannya.

Seharusnya tiada pengertian buat mereka. Seharusnya tiada toleransi akan perbuatan mereka.

Kurasakan sakit menyeruak dadaku. Kunikmati sakit menyerang kepalaku. Kubiarkan sakit ini menggerogoti hatiku. Seperti dulu. Kunikmati sayatan demi sayatan sakit ini dan kurasakan persis sakit yang sama seperti dulu.

Seharusnya kupercaya, tiada lagi kebenaran sejati. Tiada lagi manusia yang hatinya benar-benar tulus.

Naifku, kutelan semua kebaikan semua tanpa kecurigaan, dan akhirnya menenggelamkanku demikian dalam...

Dan mati... :((

Tuesday, May 09, 2006

Pajak di sana... Pajak di sini...

Di tengah kemacetan jalan tol sabtu malam lalu, sebuah bis kota melintas perlahan di sebelah mobil saya. Di seluruh badan bis kota itu terpampang iklan Pajak dengan tulisan yang besar-besar dan model iklan yang juga berbadan besar memakai jas sedang menelepon. Kalau tidak ada tulisan besar-besar itu, mungkin orang akan mengira itu iklan handphone.

Sampai sekarang saya masih mengira-ngira “Apa ya maksud dari iklan tersebut?” Apakah iklan tersebut ingin mengatakan bahwa
sebagian besar pengusaha di Indonesia kebanyakan gendut dan keturunan Chinese?

Atau, Pengusaha yang Taat Pajak tetap hidup makmur dengan badan yang gendut walaupun jadi tidak mampu mengganti model handphone Nokia terbaru?

Di perempatan atau persimpangan jalan, sering juga terlihat iklan Pajak yang tulisannya menurut saya sama sekali tidak menarik pagi para Wajib Pajak. Salah satu contoh tulisan itu adalah “Orang Bijak Taat Pajak”. Atau “Wujudkan Masyarakat Sadar dan Peduli Pajak”.

Saya menjadi terpancing untuk memperhatikan kalimat-kalimat yang dibuat oleh Dirjen Pajak sebagai iklan untuk mengajak para Wajib Pajak membayar kewajibannya yang dipasang di berbagai tempat. Tetapi, satupun saya tidak merasakan sebuah “panggilan” yang sanggup membuat saya sadar bahwa membayar pajak itu adalah suatu kewajiban bagi Warga Negara Indonesia.

Di tengah-tengah gencarnya Dirjen Pajak menggenjot target pencapaian jumlah pemegang NPWP, banyak orang yang sama sekali tidak mengerti bagaimana prosedur pembayaran pajak sebagai pemegang NPWP. Orang-orang yang sama sekali tidak mengerti soal NPWP ini tiba-tiba saja dikirimi NPWP. Sepertinya Dirjen Pajak hanya mengejar target dan tidak peduli apakah nantinya malah akan kerepotan dengan banyaknya administrasi yang harus diurus hanya karena para pemegang NPWP baru tidak tahu untuk apa mereka dikirimi NPWP, akibatnya hanya akan memperpanjang daftar Penunggak Pajak.

Salah satu contohnya adalah seperti di bawah ini :

KOKO (54), warga Kp. Bojongkoneng Kel. Campaka Kec. Andir Kota Bandung memperlihatkan surat dari Dirjen Pajak, Senin (5/12). Ia mengaku heran dengan datangnya surat itu karena tak tahu pajak apa yang harus ia lunasi. Selama enam tahun terakhir, dirinya tak lagi bekerja. Sementara, istrinya hanya berprofesi sebagai tukang pijat.

Dan masih banyak lagi KOKO yang lain yang juga kebingungan dengan datangnya NPWP ke alamat mereka.

Sebenarnya, tanpa NPWP pun, dalam kehidupan kita sehari-hari kita sudah harus membayar Pajak. Ketika kita berbelanja di Supermarket pasti akan ada tulisan “belum termasuk PPN” atau setiap kita melakukan transaksi yang berhubungan dengan perpindahan uang, pasti kita akan dikenakan Pajak.

Kita bekerja di suatu kantor pun sudah harus membayar Pajak yang dipotong dari gaji kita setiap bulannya.

Bahkan kalau kita masuk ke website Dirjen Pajak, tidak ada juga penjelasan mengenai “Apa sih Pajak itu?”

Tidak ada juga alasan yang tepat mengapa kita harus membayar Pajak? Lalu, dikemanakan uang yang kita bayarkan kepada Kantor Pajak? Dipergunakan untuk apa saja uang kita? Kalau dipergunakan untuk pembangunan Negara tercinta ini, mana hasilnya? Apakah semua warga Negara sudah merasakan manfaatnya? Dan apakah masyarakat juga mendapat laporan balik atas pemakaian uang yang sudah kita setorkan sebagai pajak?

Herannya lagi, kenapa sih Peraturan Perpajakan harus dibuat serumit mungkin? Peraturan Perpajakan yang rumit ini selalu menimbulkan celah bagi Petugas Pajak untuk mengeruk keuntungan dari Wajib Pajak yang diinginkannya.

Dari dulu sampai sekarang, Pajak selalu membuat pusing orang yang mempunyai NPWP. Undang-undang Perpajakan yang bisa dimulti-tafsirkan juga membuat para Wajib Pajak bingung ketika harus mengisi Laporan SPT sehingga muncullah Konsultan Pajak yang menuai keuntungan dari kebingungan penerjemahan Undang-undang Perpajakan yang dibuat oleh Pemerintah.

Iklan Pajak yang dipasang di sana-sini sungguh tidak mengenakkan untuk dibaca. Seharusnya pemasang iklan bukan menggurui masyarakat, akan tetapi menimbulkan iklim kebersamaan di masyarakat yang membuat masyarakat terketuk hatinya untuk dengan suka rela membayar Pajak.

Ngomong-ngomong soal kerelaan membayar Pajak, walaupun itu katanya kewajiban setiap warga Negara yang mampu, tetap saja rasanya sesak bila harus menyetorkan Pajak tersebut.

Tanpa mempunyai NPWP pun sebenarnya kita sudah selalu dikenai “Pajak”. Yang saya tahu, pembayaran gaji Pegawai Negeri diambil dari Pajak yang dibayarkan oleh Warga Negara. Akan tetapi, pada kenyataannya, hampir semua urusan yang berhubungan dengan Pegawai Pemerintah, buntut-buntutnya selalu harus ada biaya lebih yang masuk ke kantong pribadi Pegawai Pemerintah ini. Kalau urusan mau lancar, sediakan dulu pelicinnya. Kalau tidak, jangan harap urusan anda akan selesai tepat pada waktunya.

Dulu saya mengira omongan seperti itu hanya omongan miring orang-orang yang tidak suka kepada birokrasi pemerintah. Akan tetapi, kenyataannya setelah saya sendiri mengalaminya, saya sangat percaya bahwa segala urusan yang menyangkut pegawai pemerintah, tidak pernah tanpa “pajak”. Fiuuuh…

Jadi, sudahkah anda menjadi pembayar pajak yang taat? Hehehe… Kata "taat" ini sepertinya bikin sakit kuping. Dirjen Pajak, bisakah kalian membuat iklan yang benar-benar mengena dan menggugah hati masyarakat? Selain soal iklan, rasanya Dirjen Pajak bukan hanya perlu membenahi system data bank mereka, akan tetapi juga perlu mengganti para pejabatnya yang dengan senang hati menjadi lintah darat dengan tujuan memperkaya diri mereka sendiri!

Monday, May 08, 2006

Happy Birthday Lovey!

May 3, enam tahun yang lalu…

Sepagi ini handphoneku tidak berhenti berdering. Aku memang sedang sibuk mempersiapkan RUPS yang dilangsungkan dua hari lagi. Direksi sudah berada di Jakarta sejak pagi ini untuk meeting dengan Dewan Komisaris. Banyak perubahan-perubahan baru yang harus segera diinput ke dalam materi presentasi yang kubuat.

Di usia kehamilan yang sudah delapan bulan lebih ini, aku memang belum mengambil cuti. Banyak bergerak justru membuatku bersemangat. Aku tidak suka bermalas-malasan walaupun sedang mengandung.

Sesekali kurasakan perutku seperti berkontraksi. Tapi aku tidak terlalu memikirkannya. Kehamilan yang kedua sudah tidak terlalu menimbulkan kekhawatiran bagiku. Aku sudah terbiasa dengan kontraksi yang bisa tiba-tiba datang dan pergi.

Tapi kontraksi pagi ini seperti berurutan. Kontraksinya berulang setiap setengah jam. Perutkupun rasanya tegang sekali. Kupikir, mungkin aku terlalu lelah. Bossku bahkan baru saja telepon dan memintaku untuk tidak pergi keluar kantor hari ini karena beliau bisa setiap saat membutuhkan data-data yang ada padaku.

Tapi semakin lama kontraksi ini semakin hebat. Rasanya sudah setiap kira-kira 15 menit perutku menegang. Di tengah-tengah kesibukanku, ku sempatkan juga menghubungi Rumah Sakit Bunda, tempatku biasa memeriksakan kandunganku.

“Saya nggak tahu nih, tapi setiap 15 menit sepertinya perut saya berkontraksi”, kataku kepada Suster yang menerima teleponku.

“Wah, kalau begitu Nyonya datang saja ke sini supaya bisa diperiksa,” kata Suster di seberang sana.

“Hm… ok deh kalau begitu, sebentar lagi saya ke sana,” jawabku akhirnya.

Aku bermaksud memanfaatkan jam makan siangku untuk memeriksakan keadaanku. Waktu sudah menunjukkan jam 12.15. Aku bergegas menuju ke Rumah Sakit. Melihat kondisiku, suster memanggil Bidan jaga untuk melakukan pemeriksaan umum.

“Wah, ini sudah bukaan ke 4, Nyonya. Nyonya sama siapa ke sininya?”, tanya Bidan jaga.

“Sendiri Sus, memangnya saya sudah mau melahirkan?”, kataku balik bertanya.

“Iya Nyonya, kok Nyonya sendiri sih ke rumah sakitnya? Nggak ada teman atau saudara begitu yang ngantar?”, tanyanya lagi.

“Nggak ada Sus, ya sudah, kalau saya mau melahirkan saya mau menelepon kantor dan adik saya dulu,” kataku.

Lalu, aku menghubungi asistenku di kantor.

“San, gue mau melahirkan dulu nih, tolong matikan computer gue dan ijinin ke Personalia ya! Sama sekalian tolong bilangin Boss gue, gue gak bisa balik lagi ke kantor,” kataku kepada asistenku.

“Hah? Mbak R mau melahirkan kok cuek banget gitu sih? Serius nih mbak?,” tanya asistenku kaget.

“Iya… udah ya, nanti gue kabarin lagi,” kataku sambil meringis menahan mules.

Kemudian kuhubungi juga adik laki-lakiku supaya memberitahu orang rumah dan membawa perlengkapan melahirkan yang sudah kusiapkan di rumah sebelumnya. Adikku kaget.

Kucoba menghubungi suamiku. Tapi handphonenya mati. Argh, aku tak mau ambil pusing capek-capek mencari-cari dia. Kuminta adikku saja yang mencoba mencarinya.

Sementara itu, perutku bertambah mules. Dokter kandunganku belum datang juga. Macet, katanya. Tapi rasanya bayiku sudah mendesak ingin keluar. Untung adikku datang dan menjengukku di ruang tunggu melahirkan. Adikku segera memanggil suster, dan bidan yang memeriksaku segera mengambil tindakan yang cepat. Mereka membawa kursi roda ke dalam ruangan itu, tapi bayiku sudah mau keluar. Aku menolak duduk di kursi roda karena kepala bayiku terasa sudah hampir keluar. Akhirnya mereka mengambil tempat tidur dorong dan memindahkanku ke tempat tidur dorong itu untuk kemudian membawaku ke ruang bersalin.

Sesampainya di Ruang Bersalin, baru saja mereka memindahkanku ke tempat tidur bersalin, bayiku sudah berusaha menyeruak keluar. Dokter kandunganku belum datang juga. Akhirnya terpaksa Bidan jaga tersebut yang membantuku melahirkan. Hanya selang beberapa menit dari pantatku menyentuh tempat tidur bersalin, kepala bayiku sudah menyembul keluar. Dan dia lahir dengan selamat. Sebuah proses melahirkan yang cepat, dan nikmat. Sama sekali tidak terasa sakit kecuali mules karena kontraksi. Ketika dokter datang, dia hanya tinggal memotong ari-ari bayiku.

Kelahiran anak keduaku berjalan lancar. Kuberi nama dia Edsa Estella. Echa panggilannya. Bayiku perempuan lagi, dan cantik juga seperti anak India. Semua ketegangan langsung sirna begitu kulihat wajah cantiknya.

Suamiku? Entah ada dimana dia. Sehari kemudian dia baru meneleponku tanpa perasaan bersalah. Tapi aku sudah tak peduli. Kehadiran bayi cantikku lebih berharga dari apapun juga.


May 7, 2006

Pagi ini kami semua sibuk. Hari ini Ulang Tahun Echa yang ke 6. Putri kecilku sudah sibuk mematut-matut gaunnya di depan kaca sejak tadi malam. Dan sekarang dia sudah siap dengan gaunnya dan seakan tidak sabar ingin segera berangkat ke Mc Donald untuk merayakan ulang tahunnya bersama teman-teman sekolahnya.

Sebenarnya Ulang Tahun Echa jatuh pada tanggal 3 Mei. Tapi dia ingin pestanya diadakan pada hari Minggu. Dia ingin teman-temannya bisa hadir semua, dan juga tidak ingin mengganggu waktu kerjaku.

Jam 11:00 kami semua tiba di Mc Donald. Beberapa temannya sudah datang. Sambil menunggu teman-temannya yang lain, dia mengajak teman-temannya bermain terlebih dahulu.

Pesta Ulang Tahunnya dimulai jam 11.30. Keceriaan begitu terpancar di wajahnya. Ini pertama kalinya dia berulang tahun dengan pesta seperti ini. Tahun-tahun sebelumnya, karena dia bersekolah di Play Group & TK Islam, sekolahnya tidak mengijinkan perayaan Ulang Tahun di sekolahnya. Tapi tahun ini dia tidak mau ketinggalan pesta lagi. Echa iri dengan pesta-pesta Ulang Tahun kakaknya. Tahun ini semua cita-citanya dia akan pesta Ulang Tahun terlaksana.

Ternyata semua teman-teman sekolahnya datang didampingi orang tuanya masing-masing. Echa bahagia sekali. Suasana pesta menjadi ramai dan ceria. Dia juga senang mendapat kado yang banyak!

Happy Birthday my Love! Mama loves you so much!

Friday, May 05, 2006

Mantan Pacar

Kalau ada orang yang suka curhat bahwa dia masih sayang sama mantan pacarnya, atau masih kangen sama mantan pacarnya, atau ingin kembali lagi dengan mantan pacarnya, aku suka aneh mendengarnya.

Bagiku, orang-orang seperti ini seperti tidak punya masa depan, dan seperti tidak bisa menghargai apa yang ada di hadapannya sekarang.

Ketidak-puasan terhadap pacar yang ada sekarang, seringkali melayangkan ingatan kepada memori yang ditinggalkan oleh hubungan yang telah lewat. Dengan alasan menjaga tali silaturahmi, kadang-kadang banyak orang yang tetap berhubungan sebagai teman walaupun sudah tidak berpacaran lagi. Dan ketika bermasalah dengan pacar yang sekarang, biasanya berusaha mencari tempat curhat yang lain, yaitu teman dekat atau bisa juga mantan pacar.

Mantan pacar memang bisa menjadi sesuatu yang menarik ketika hubungan yang dijalani dengan pacar yang sekarang tidak semanis apa yang pernah dirasakan sebelumnya. Tapi kalau mantan isteri atau mantan suami, ugh… boro-boro… mendingan cari pacar baru kali daripada balik ke mantan isteri atau mantan suami…hehehe…

Tapi, orang-orang yang masih merindukan mantan-mantan pacarnya ini, seringkali tidak menyadari bahwa mantan pacarnya sekarang sudah punya kehidupan yang lain. Sudah punya dunia baru yang diisinya dengan pasangannya yang sekarang. Sehingga ketika dia berusaha mencari tempat untuk curhat atau sekedar melepaskan rasa kangennya, dia juga tidak menyadari bahwa setidaknya dia juga sudah mengganggu hubungan orang lain. Coba saja kalau ternyata pacarnya yang sekarang ternyata masih juga berhubungan dengan mantan pacarnya, apakah dia tidak akan cemburu? Rasanya tidak mungkin.

Setiap orang mempunyai rasa cemburu. Hanya saja kadar kecemburuan setiap orang pasti berbeda-beda. Nah, kalau kebetulan dia sendiri sewaktu menjalani hubungan dengan pacarnya agak-agak paranoid, seharusnya dia juga berfikir bahwa dia tidak boleh mengganggu hubungan orang lain. Tapi kebanyakan orang-orang seperti ini tidak peduli.

Persoalannya menjadi lain kalau hubungan pertemanannya diketahui oleh pasangan masing-masing. Kalau hubungan pertemanan itu diketahui oleh pasangan masing-masing dan pasangan masing-masing sama sekali tidak berkeberatan atas hubungan pertemanan itu, ya tidak apa-apa. Tapi pada kenyataannya, hubungan pertemanan dengan mantan pacar selalu disembunyikan dengan dalih menjaga perasaan pacarnya sekarang. Akibatnya ketika sang pacar yang sekarang mengetahui hubungan pertemanan tersebut, dia pun bisa menjadi lebih marah.

Rasanya wajar kalau seseorang menginginkan suatu hubungan cinta yang hanya diisi oleh dua orang. Dan ketika ada orang-orang lain yang dirasakan menganggu kenyamanan hubungan tersebut, rasanya wajar juga kalau kemudian timbul rasa kesal atau marah.

Come on, tidak ada seorang pun yang ingin hubungannya diganggu atau terganggu. Bahkan untuk orang yang senang mengganggupun, kalau hubungannya diganggu atau terganggu dia akan kesal dan marah. Jadi, bagaimana dia bisa dengan tenang tetap mengganggu kenyamanan hubungan orang lain? Ya bisa saja. Orang-orang seperti ini biasanya egois. Tidak peduli perasaan orang lain, pokoknya perasaan dia saja yang paling penting.

Orang-orang yang masih selalu merindukan mantan pacarnya sebaiknya tidak mengorbankan orang lain, baik itu pasangannya sekarang atau pasangan mantan pacarnya. Banyak hati yang akan terluka oleh sikap dan perilaku yang ditimbulkan dari kenangan masa lalunya.

Seharusnya, ketika seseorang memasuki tahapan baru dalam suatu hubungan, dia sudah siap untuk memasuki dunia yang baru. Mencoba melakukan penjajakan hubungan baru tetapi hati dan jiwanya tidak siap, hanya akan menimbulkan luka bagi orang yang dijadikan pasangan.

Orang-orang yang masih larut dalam kenangan masa lalu sebaiknya tidak mencari pelarian hanya untuk coba-coba. Memikirkan terlebih dahulu konsekuensi yang akan dijalani dalam hubungan yang baru dan mempersiapkan diri terlebih dahulu adalah jalan yang terbaik.

Orang-orang yang masih ingin berhubungan dengan mantan pacarnya sebaiknya berkaca pada diri sendiri dan menyadari apakah dia sendiri akan rela apabila hal seperti itu terjadi padanya.

Don’t ever bring your baggage from the past for your future relationship as it will only cause the pain for many people in that circle. Trust me, I know how it felt, and it was so painful!

Wednesday, May 03, 2006

When Labors made promises...

An e-mail came to my inbox this afternoon.

----
Dear Colleagues,
FYI

The demonstration at the House of Representative has taken a violent turn and the police have responded in force.

Please avoid Jl. Gatot Subroto, Senayan and Slipi areas and exercise caution in any events.

Thank you,
F
----

Geez... Another demonstration? When would we feel comfortable living in this country? This Labors Demonstration has been causing trouble for everyone in Jakarta!

They promised to make a peace demonstration, but what do we get now? Violence.

They said, they wanted other institutions to make promise while they couldn't even keep their promise? Hell!

Jakarta has been full of threatened since 2 days ago, and I got sick of it!

I wish I could go away from Indonesia... :(

Tuesday, May 02, 2006

Touched

The warmth caressed my skin...
The energy rushed through by body like a raging river...
Our hands touched.

The sweet taste of love floated through my mouth...
Like a sky full of soft clouds...
Our lips touched.

Together as one...
in magical symphonic harmony...
We danced to the whispering song only we could hear...
Our bodies touched.

Welcoming the undeniable feeling of complete wholeness...
Without words, gestures or thoughts...
Embracing a moment in time shared only by us...
Our Souls Touched.

Sesal

Selama beberapa hari sejak meninggalnya sepupuku, rasanya perasaanku gelisah terus. Aku nggak tenang. Ada sedih yang dalam yang seakan-akan tak pernah pergi.

Aku berusaha menghalau bayangannya dari mataku, dari ingatanku, tapi bayangan itu datang terus. Sedihnya begitu dalam, tapi air mataku tak menetes sedikitpun. Padahal aku merasa sediiihh sekali. Sampai saat ini aku merasa ada sisi hatiku yang belum bisa menerima bahwa dia telah “pergi”.

Masih terngiang di telingaku, percakapannya dengan ibuku menjelang keberangkatannya ke Jakarta untuk berobat.

“Iya Mak Entjun, Rita mau berobat ke Jakarta, tapi malem ya berangkatnya? Supaya sepi kapalnya”, katanya siang itu. Kami setuju. Kami ingin dia berangkat dalam keadaan yang dirasanya nyaman.

Ketika dia datang ke Jakarta, aku yakin dia akan sembuh. Beberapa hari di Jakarta, aku semakin yakin bahwa kondisinya membaik dan dia akan segera sembuh. Kami berobat sambil terus memohon kesembuhan dari Allah.

Tapi memang penyakit psikologis lebih sulit disembuhkan. Ketika fisiknya membaik tetapi secara psikologis dia sakit, semua pengobatan yang dilakukan menjadi sia-sia. Laki-laki sialan itu sudah menghancurkan semuanya! Bangsat! Ingin rasanya kubunuh laki-laki brengsek itu!

Sebenarnya, aku tidak rela dia “pergi” dengan penuh penderitaan bathin seperti itu. Ingin rasanya kurobek2 wajah suami sepupuku yang sudah membawa penderitaan baginya selama mereka menikah.

Sepupuku yang tadinya seorang wanita karir yang lumayan berhasil, akhirnya hidupnya dirongrong oleh laki-laki 'pengeretan' seperti itu.

Pertama kali aku melihat suami sepupuku itu, pikiranku memang sudah jelek. Ngomongnya yang sok tinggi dan guratan-guratan bekas narkoba di tangannya membuatku benar-benar kehilangan simpati di awal perjumpaan kami dulu. Laki-laki seperti itu hanya sampah dan benalu bagiku.

Sepupuku berhenti kerja atas permintaan suaminya ketika mereka menikah. Aku juga tidak mengerti, kenapa orang seperti sepupuku yang sudah mempunyai pekerjaan dan jabatan yang bagus di sebuah hotel berbintang, mau melepaskan karirnya dan hanya menjadi seorang ibu rumah tangga. Mengabdikan hidupnya untuk laki-laki seperti itu. Cinta apa ini namanya? Cinta bodoh!

At the end, suami yang tidak tahu diri itu bukannya membahagiakan sepupuku, malah membuat hidupnya menderita sampai dia mati! Brengsek!

Yang kusesalkan, kenapa sepupuku begitu memikirkan suaminya? Sepupuku collapse ketika mendengar suaminya berselingkuh di saat dia sedang berobat ke Jakarta, dan anak-anak mereka terlantar. Kenapa sepupuku tidak bisa memfokuskan pikirannya pada kesembuhannya dulu? Kenapa dia membiarkan laki-laki sialan itu membuat pikirannya kacau dan kondisi kesehatannya makin memburuk? Kenapa semua kejadian buruk itu tidak memacunya untuk sembuh dan bertekad memperbaiki kehidupannya, malah membuatnya semakin tidak bersemangat untuk sembuh?

Teh Rita, aku pengen kamu kuat waktu itu! Aku pengen kamu tau bahwa kami semua akan mendukung kamu! Tapi kamu lebih senang menjadi korban laki-laki itu. Tanggung jawab memikirkan keuangan keluarga ada pada laki-laki itu, bukan pada kamu! Seharusnya dia yang berfikir keras untuk kesembuhan kamu! Tapi kenapa kamu malah membiarkan laki-laki itu menguasai pikiran dan perasaanmu dengan bualannya? Arghhh….

Meskipun aku tahu mungkin ini jalan yang terbaik menurutNya, tapi aku tetap tidak bisa menghilangkan kebencianku kepada suami sepupuku itu. Setelah kematian sepupuku, aku juga mendapatkan kabar bahwa semasa dalam perkawinannya, sepupuku sering dipukuli oleh laki-laki jahanam itu. Kabar terakhir yang kuterima, dia sedang berusaha mendapatkan tanah warisan sepupuku dari neneknya. Benar-benar laki-laki tidak tahu diri! Sampah!