Sunday, October 29, 2006

Aku takut...

Aku berada pada kondisi yang tidak bisa dijelaskan secara logis, katamu. Satu kalimat yang tidak akan pernah bisa aku mengerti sampai kapanpun. Bahkan ketika aku berusaha mencarinya sampai ke seluruh ruang hatimu yang bisa kumasuki. Dengan susah payah.

Nothing. Aku tetap saja tidak mengerti.

Yang aku mengerti, aku sedih.

Aku menikmati memelukmu. Aku menikmati membelai rambutmu sambil sesekali mencium rambutmu. Aku juga menikmati genggaman lembut tanganmu. Tapi tahukah kamu kalau di saat itu hatiku menangis hebat? Tahukah kamu kalau luka ini berdarah lagi?

Sejujurnya? Aku takut.

Apakah aku mulai benar-benar kehilangan akal lagi? Mencintai tanpa tujuan yang jelas? Apakah aku mencintai kamu?

Monday, May 15, 2006

MATI

It was happened again. She called him again. I was there with him and he was so nervous receiving her call. He tried to avoid the conversation in front of me and asked her to call him again later.

It's happened again! God! I've been hurt again. It's so painful. For hundred times, I've been down again. It's really hurt so I couldn't say anything more.

Jantungku berdetak kencang. Aku terduduk. Lemas. Semangatku melayang seketika. Ada perih yang menyayat begitu dalam dan tiada tertahan.

Aku marah. Aku sedih. Aku terhina.

Maafku tak berarti. Diamku tak bermakna. Kepercayaanku mengabur. Tangisku tak terdengar. Air mataku mengering. Luka ini begitu dalam.

Perjalananku sia-sia. Perjuanganku tercampakkan. Pengorbananku menguap. Aku terkulai.

Untuk ke sekian kalinya hati ini teraniaya. Untuk ke sekian kalinya aku terjebak dalam permainan manusia-manusia tak berperasaan. Manusia-manusia egois itu tak akan pernah menghentikan permainannya.

Seharusnya tiada pengertian buat mereka. Seharusnya tiada toleransi akan perbuatan mereka.

Kurasakan sakit menyeruak dadaku. Kunikmati sakit menyerang kepalaku. Kubiarkan sakit ini menggerogoti hatiku. Seperti dulu. Kunikmati sayatan demi sayatan sakit ini dan kurasakan persis sakit yang sama seperti dulu.

Seharusnya kupercaya, tiada lagi kebenaran sejati. Tiada lagi manusia yang hatinya benar-benar tulus.

Naifku, kutelan semua kebaikan semua tanpa kecurigaan, dan akhirnya menenggelamkanku demikian dalam...

Dan mati... :((

Tuesday, May 09, 2006

Pajak di sana... Pajak di sini...

Di tengah kemacetan jalan tol sabtu malam lalu, sebuah bis kota melintas perlahan di sebelah mobil saya. Di seluruh badan bis kota itu terpampang iklan Pajak dengan tulisan yang besar-besar dan model iklan yang juga berbadan besar memakai jas sedang menelepon. Kalau tidak ada tulisan besar-besar itu, mungkin orang akan mengira itu iklan handphone.

Sampai sekarang saya masih mengira-ngira “Apa ya maksud dari iklan tersebut?” Apakah iklan tersebut ingin mengatakan bahwa
sebagian besar pengusaha di Indonesia kebanyakan gendut dan keturunan Chinese?

Atau, Pengusaha yang Taat Pajak tetap hidup makmur dengan badan yang gendut walaupun jadi tidak mampu mengganti model handphone Nokia terbaru?

Di perempatan atau persimpangan jalan, sering juga terlihat iklan Pajak yang tulisannya menurut saya sama sekali tidak menarik pagi para Wajib Pajak. Salah satu contoh tulisan itu adalah “Orang Bijak Taat Pajak”. Atau “Wujudkan Masyarakat Sadar dan Peduli Pajak”.

Saya menjadi terpancing untuk memperhatikan kalimat-kalimat yang dibuat oleh Dirjen Pajak sebagai iklan untuk mengajak para Wajib Pajak membayar kewajibannya yang dipasang di berbagai tempat. Tetapi, satupun saya tidak merasakan sebuah “panggilan” yang sanggup membuat saya sadar bahwa membayar pajak itu adalah suatu kewajiban bagi Warga Negara Indonesia.

Di tengah-tengah gencarnya Dirjen Pajak menggenjot target pencapaian jumlah pemegang NPWP, banyak orang yang sama sekali tidak mengerti bagaimana prosedur pembayaran pajak sebagai pemegang NPWP. Orang-orang yang sama sekali tidak mengerti soal NPWP ini tiba-tiba saja dikirimi NPWP. Sepertinya Dirjen Pajak hanya mengejar target dan tidak peduli apakah nantinya malah akan kerepotan dengan banyaknya administrasi yang harus diurus hanya karena para pemegang NPWP baru tidak tahu untuk apa mereka dikirimi NPWP, akibatnya hanya akan memperpanjang daftar Penunggak Pajak.

Salah satu contohnya adalah seperti di bawah ini :

KOKO (54), warga Kp. Bojongkoneng Kel. Campaka Kec. Andir Kota Bandung memperlihatkan surat dari Dirjen Pajak, Senin (5/12). Ia mengaku heran dengan datangnya surat itu karena tak tahu pajak apa yang harus ia lunasi. Selama enam tahun terakhir, dirinya tak lagi bekerja. Sementara, istrinya hanya berprofesi sebagai tukang pijat.

Dan masih banyak lagi KOKO yang lain yang juga kebingungan dengan datangnya NPWP ke alamat mereka.

Sebenarnya, tanpa NPWP pun, dalam kehidupan kita sehari-hari kita sudah harus membayar Pajak. Ketika kita berbelanja di Supermarket pasti akan ada tulisan “belum termasuk PPN” atau setiap kita melakukan transaksi yang berhubungan dengan perpindahan uang, pasti kita akan dikenakan Pajak.

Kita bekerja di suatu kantor pun sudah harus membayar Pajak yang dipotong dari gaji kita setiap bulannya.

Bahkan kalau kita masuk ke website Dirjen Pajak, tidak ada juga penjelasan mengenai “Apa sih Pajak itu?”

Tidak ada juga alasan yang tepat mengapa kita harus membayar Pajak? Lalu, dikemanakan uang yang kita bayarkan kepada Kantor Pajak? Dipergunakan untuk apa saja uang kita? Kalau dipergunakan untuk pembangunan Negara tercinta ini, mana hasilnya? Apakah semua warga Negara sudah merasakan manfaatnya? Dan apakah masyarakat juga mendapat laporan balik atas pemakaian uang yang sudah kita setorkan sebagai pajak?

Herannya lagi, kenapa sih Peraturan Perpajakan harus dibuat serumit mungkin? Peraturan Perpajakan yang rumit ini selalu menimbulkan celah bagi Petugas Pajak untuk mengeruk keuntungan dari Wajib Pajak yang diinginkannya.

Dari dulu sampai sekarang, Pajak selalu membuat pusing orang yang mempunyai NPWP. Undang-undang Perpajakan yang bisa dimulti-tafsirkan juga membuat para Wajib Pajak bingung ketika harus mengisi Laporan SPT sehingga muncullah Konsultan Pajak yang menuai keuntungan dari kebingungan penerjemahan Undang-undang Perpajakan yang dibuat oleh Pemerintah.

Iklan Pajak yang dipasang di sana-sini sungguh tidak mengenakkan untuk dibaca. Seharusnya pemasang iklan bukan menggurui masyarakat, akan tetapi menimbulkan iklim kebersamaan di masyarakat yang membuat masyarakat terketuk hatinya untuk dengan suka rela membayar Pajak.

Ngomong-ngomong soal kerelaan membayar Pajak, walaupun itu katanya kewajiban setiap warga Negara yang mampu, tetap saja rasanya sesak bila harus menyetorkan Pajak tersebut.

Tanpa mempunyai NPWP pun sebenarnya kita sudah selalu dikenai “Pajak”. Yang saya tahu, pembayaran gaji Pegawai Negeri diambil dari Pajak yang dibayarkan oleh Warga Negara. Akan tetapi, pada kenyataannya, hampir semua urusan yang berhubungan dengan Pegawai Pemerintah, buntut-buntutnya selalu harus ada biaya lebih yang masuk ke kantong pribadi Pegawai Pemerintah ini. Kalau urusan mau lancar, sediakan dulu pelicinnya. Kalau tidak, jangan harap urusan anda akan selesai tepat pada waktunya.

Dulu saya mengira omongan seperti itu hanya omongan miring orang-orang yang tidak suka kepada birokrasi pemerintah. Akan tetapi, kenyataannya setelah saya sendiri mengalaminya, saya sangat percaya bahwa segala urusan yang menyangkut pegawai pemerintah, tidak pernah tanpa “pajak”. Fiuuuh…

Jadi, sudahkah anda menjadi pembayar pajak yang taat? Hehehe… Kata "taat" ini sepertinya bikin sakit kuping. Dirjen Pajak, bisakah kalian membuat iklan yang benar-benar mengena dan menggugah hati masyarakat? Selain soal iklan, rasanya Dirjen Pajak bukan hanya perlu membenahi system data bank mereka, akan tetapi juga perlu mengganti para pejabatnya yang dengan senang hati menjadi lintah darat dengan tujuan memperkaya diri mereka sendiri!

Monday, May 08, 2006

Happy Birthday Lovey!

May 3, enam tahun yang lalu…

Sepagi ini handphoneku tidak berhenti berdering. Aku memang sedang sibuk mempersiapkan RUPS yang dilangsungkan dua hari lagi. Direksi sudah berada di Jakarta sejak pagi ini untuk meeting dengan Dewan Komisaris. Banyak perubahan-perubahan baru yang harus segera diinput ke dalam materi presentasi yang kubuat.

Di usia kehamilan yang sudah delapan bulan lebih ini, aku memang belum mengambil cuti. Banyak bergerak justru membuatku bersemangat. Aku tidak suka bermalas-malasan walaupun sedang mengandung.

Sesekali kurasakan perutku seperti berkontraksi. Tapi aku tidak terlalu memikirkannya. Kehamilan yang kedua sudah tidak terlalu menimbulkan kekhawatiran bagiku. Aku sudah terbiasa dengan kontraksi yang bisa tiba-tiba datang dan pergi.

Tapi kontraksi pagi ini seperti berurutan. Kontraksinya berulang setiap setengah jam. Perutkupun rasanya tegang sekali. Kupikir, mungkin aku terlalu lelah. Bossku bahkan baru saja telepon dan memintaku untuk tidak pergi keluar kantor hari ini karena beliau bisa setiap saat membutuhkan data-data yang ada padaku.

Tapi semakin lama kontraksi ini semakin hebat. Rasanya sudah setiap kira-kira 15 menit perutku menegang. Di tengah-tengah kesibukanku, ku sempatkan juga menghubungi Rumah Sakit Bunda, tempatku biasa memeriksakan kandunganku.

“Saya nggak tahu nih, tapi setiap 15 menit sepertinya perut saya berkontraksi”, kataku kepada Suster yang menerima teleponku.

“Wah, kalau begitu Nyonya datang saja ke sini supaya bisa diperiksa,” kata Suster di seberang sana.

“Hm… ok deh kalau begitu, sebentar lagi saya ke sana,” jawabku akhirnya.

Aku bermaksud memanfaatkan jam makan siangku untuk memeriksakan keadaanku. Waktu sudah menunjukkan jam 12.15. Aku bergegas menuju ke Rumah Sakit. Melihat kondisiku, suster memanggil Bidan jaga untuk melakukan pemeriksaan umum.

“Wah, ini sudah bukaan ke 4, Nyonya. Nyonya sama siapa ke sininya?”, tanya Bidan jaga.

“Sendiri Sus, memangnya saya sudah mau melahirkan?”, kataku balik bertanya.

“Iya Nyonya, kok Nyonya sendiri sih ke rumah sakitnya? Nggak ada teman atau saudara begitu yang ngantar?”, tanyanya lagi.

“Nggak ada Sus, ya sudah, kalau saya mau melahirkan saya mau menelepon kantor dan adik saya dulu,” kataku.

Lalu, aku menghubungi asistenku di kantor.

“San, gue mau melahirkan dulu nih, tolong matikan computer gue dan ijinin ke Personalia ya! Sama sekalian tolong bilangin Boss gue, gue gak bisa balik lagi ke kantor,” kataku kepada asistenku.

“Hah? Mbak R mau melahirkan kok cuek banget gitu sih? Serius nih mbak?,” tanya asistenku kaget.

“Iya… udah ya, nanti gue kabarin lagi,” kataku sambil meringis menahan mules.

Kemudian kuhubungi juga adik laki-lakiku supaya memberitahu orang rumah dan membawa perlengkapan melahirkan yang sudah kusiapkan di rumah sebelumnya. Adikku kaget.

Kucoba menghubungi suamiku. Tapi handphonenya mati. Argh, aku tak mau ambil pusing capek-capek mencari-cari dia. Kuminta adikku saja yang mencoba mencarinya.

Sementara itu, perutku bertambah mules. Dokter kandunganku belum datang juga. Macet, katanya. Tapi rasanya bayiku sudah mendesak ingin keluar. Untung adikku datang dan menjengukku di ruang tunggu melahirkan. Adikku segera memanggil suster, dan bidan yang memeriksaku segera mengambil tindakan yang cepat. Mereka membawa kursi roda ke dalam ruangan itu, tapi bayiku sudah mau keluar. Aku menolak duduk di kursi roda karena kepala bayiku terasa sudah hampir keluar. Akhirnya mereka mengambil tempat tidur dorong dan memindahkanku ke tempat tidur dorong itu untuk kemudian membawaku ke ruang bersalin.

Sesampainya di Ruang Bersalin, baru saja mereka memindahkanku ke tempat tidur bersalin, bayiku sudah berusaha menyeruak keluar. Dokter kandunganku belum datang juga. Akhirnya terpaksa Bidan jaga tersebut yang membantuku melahirkan. Hanya selang beberapa menit dari pantatku menyentuh tempat tidur bersalin, kepala bayiku sudah menyembul keluar. Dan dia lahir dengan selamat. Sebuah proses melahirkan yang cepat, dan nikmat. Sama sekali tidak terasa sakit kecuali mules karena kontraksi. Ketika dokter datang, dia hanya tinggal memotong ari-ari bayiku.

Kelahiran anak keduaku berjalan lancar. Kuberi nama dia Edsa Estella. Echa panggilannya. Bayiku perempuan lagi, dan cantik juga seperti anak India. Semua ketegangan langsung sirna begitu kulihat wajah cantiknya.

Suamiku? Entah ada dimana dia. Sehari kemudian dia baru meneleponku tanpa perasaan bersalah. Tapi aku sudah tak peduli. Kehadiran bayi cantikku lebih berharga dari apapun juga.


May 7, 2006

Pagi ini kami semua sibuk. Hari ini Ulang Tahun Echa yang ke 6. Putri kecilku sudah sibuk mematut-matut gaunnya di depan kaca sejak tadi malam. Dan sekarang dia sudah siap dengan gaunnya dan seakan tidak sabar ingin segera berangkat ke Mc Donald untuk merayakan ulang tahunnya bersama teman-teman sekolahnya.

Sebenarnya Ulang Tahun Echa jatuh pada tanggal 3 Mei. Tapi dia ingin pestanya diadakan pada hari Minggu. Dia ingin teman-temannya bisa hadir semua, dan juga tidak ingin mengganggu waktu kerjaku.

Jam 11:00 kami semua tiba di Mc Donald. Beberapa temannya sudah datang. Sambil menunggu teman-temannya yang lain, dia mengajak teman-temannya bermain terlebih dahulu.

Pesta Ulang Tahunnya dimulai jam 11.30. Keceriaan begitu terpancar di wajahnya. Ini pertama kalinya dia berulang tahun dengan pesta seperti ini. Tahun-tahun sebelumnya, karena dia bersekolah di Play Group & TK Islam, sekolahnya tidak mengijinkan perayaan Ulang Tahun di sekolahnya. Tapi tahun ini dia tidak mau ketinggalan pesta lagi. Echa iri dengan pesta-pesta Ulang Tahun kakaknya. Tahun ini semua cita-citanya dia akan pesta Ulang Tahun terlaksana.

Ternyata semua teman-teman sekolahnya datang didampingi orang tuanya masing-masing. Echa bahagia sekali. Suasana pesta menjadi ramai dan ceria. Dia juga senang mendapat kado yang banyak!

Happy Birthday my Love! Mama loves you so much!

Friday, May 05, 2006

Mantan Pacar

Kalau ada orang yang suka curhat bahwa dia masih sayang sama mantan pacarnya, atau masih kangen sama mantan pacarnya, atau ingin kembali lagi dengan mantan pacarnya, aku suka aneh mendengarnya.

Bagiku, orang-orang seperti ini seperti tidak punya masa depan, dan seperti tidak bisa menghargai apa yang ada di hadapannya sekarang.

Ketidak-puasan terhadap pacar yang ada sekarang, seringkali melayangkan ingatan kepada memori yang ditinggalkan oleh hubungan yang telah lewat. Dengan alasan menjaga tali silaturahmi, kadang-kadang banyak orang yang tetap berhubungan sebagai teman walaupun sudah tidak berpacaran lagi. Dan ketika bermasalah dengan pacar yang sekarang, biasanya berusaha mencari tempat curhat yang lain, yaitu teman dekat atau bisa juga mantan pacar.

Mantan pacar memang bisa menjadi sesuatu yang menarik ketika hubungan yang dijalani dengan pacar yang sekarang tidak semanis apa yang pernah dirasakan sebelumnya. Tapi kalau mantan isteri atau mantan suami, ugh… boro-boro… mendingan cari pacar baru kali daripada balik ke mantan isteri atau mantan suami…hehehe…

Tapi, orang-orang yang masih merindukan mantan-mantan pacarnya ini, seringkali tidak menyadari bahwa mantan pacarnya sekarang sudah punya kehidupan yang lain. Sudah punya dunia baru yang diisinya dengan pasangannya yang sekarang. Sehingga ketika dia berusaha mencari tempat untuk curhat atau sekedar melepaskan rasa kangennya, dia juga tidak menyadari bahwa setidaknya dia juga sudah mengganggu hubungan orang lain. Coba saja kalau ternyata pacarnya yang sekarang ternyata masih juga berhubungan dengan mantan pacarnya, apakah dia tidak akan cemburu? Rasanya tidak mungkin.

Setiap orang mempunyai rasa cemburu. Hanya saja kadar kecemburuan setiap orang pasti berbeda-beda. Nah, kalau kebetulan dia sendiri sewaktu menjalani hubungan dengan pacarnya agak-agak paranoid, seharusnya dia juga berfikir bahwa dia tidak boleh mengganggu hubungan orang lain. Tapi kebanyakan orang-orang seperti ini tidak peduli.

Persoalannya menjadi lain kalau hubungan pertemanannya diketahui oleh pasangan masing-masing. Kalau hubungan pertemanan itu diketahui oleh pasangan masing-masing dan pasangan masing-masing sama sekali tidak berkeberatan atas hubungan pertemanan itu, ya tidak apa-apa. Tapi pada kenyataannya, hubungan pertemanan dengan mantan pacar selalu disembunyikan dengan dalih menjaga perasaan pacarnya sekarang. Akibatnya ketika sang pacar yang sekarang mengetahui hubungan pertemanan tersebut, dia pun bisa menjadi lebih marah.

Rasanya wajar kalau seseorang menginginkan suatu hubungan cinta yang hanya diisi oleh dua orang. Dan ketika ada orang-orang lain yang dirasakan menganggu kenyamanan hubungan tersebut, rasanya wajar juga kalau kemudian timbul rasa kesal atau marah.

Come on, tidak ada seorang pun yang ingin hubungannya diganggu atau terganggu. Bahkan untuk orang yang senang mengganggupun, kalau hubungannya diganggu atau terganggu dia akan kesal dan marah. Jadi, bagaimana dia bisa dengan tenang tetap mengganggu kenyamanan hubungan orang lain? Ya bisa saja. Orang-orang seperti ini biasanya egois. Tidak peduli perasaan orang lain, pokoknya perasaan dia saja yang paling penting.

Orang-orang yang masih selalu merindukan mantan pacarnya sebaiknya tidak mengorbankan orang lain, baik itu pasangannya sekarang atau pasangan mantan pacarnya. Banyak hati yang akan terluka oleh sikap dan perilaku yang ditimbulkan dari kenangan masa lalunya.

Seharusnya, ketika seseorang memasuki tahapan baru dalam suatu hubungan, dia sudah siap untuk memasuki dunia yang baru. Mencoba melakukan penjajakan hubungan baru tetapi hati dan jiwanya tidak siap, hanya akan menimbulkan luka bagi orang yang dijadikan pasangan.

Orang-orang yang masih larut dalam kenangan masa lalu sebaiknya tidak mencari pelarian hanya untuk coba-coba. Memikirkan terlebih dahulu konsekuensi yang akan dijalani dalam hubungan yang baru dan mempersiapkan diri terlebih dahulu adalah jalan yang terbaik.

Orang-orang yang masih ingin berhubungan dengan mantan pacarnya sebaiknya berkaca pada diri sendiri dan menyadari apakah dia sendiri akan rela apabila hal seperti itu terjadi padanya.

Don’t ever bring your baggage from the past for your future relationship as it will only cause the pain for many people in that circle. Trust me, I know how it felt, and it was so painful!

Wednesday, May 03, 2006

When Labors made promises...

An e-mail came to my inbox this afternoon.

----
Dear Colleagues,
FYI

The demonstration at the House of Representative has taken a violent turn and the police have responded in force.

Please avoid Jl. Gatot Subroto, Senayan and Slipi areas and exercise caution in any events.

Thank you,
F
----

Geez... Another demonstration? When would we feel comfortable living in this country? This Labors Demonstration has been causing trouble for everyone in Jakarta!

They promised to make a peace demonstration, but what do we get now? Violence.

They said, they wanted other institutions to make promise while they couldn't even keep their promise? Hell!

Jakarta has been full of threatened since 2 days ago, and I got sick of it!

I wish I could go away from Indonesia... :(

Tuesday, May 02, 2006

Touched

The warmth caressed my skin...
The energy rushed through by body like a raging river...
Our hands touched.

The sweet taste of love floated through my mouth...
Like a sky full of soft clouds...
Our lips touched.

Together as one...
in magical symphonic harmony...
We danced to the whispering song only we could hear...
Our bodies touched.

Welcoming the undeniable feeling of complete wholeness...
Without words, gestures or thoughts...
Embracing a moment in time shared only by us...
Our Souls Touched.

Sesal

Selama beberapa hari sejak meninggalnya sepupuku, rasanya perasaanku gelisah terus. Aku nggak tenang. Ada sedih yang dalam yang seakan-akan tak pernah pergi.

Aku berusaha menghalau bayangannya dari mataku, dari ingatanku, tapi bayangan itu datang terus. Sedihnya begitu dalam, tapi air mataku tak menetes sedikitpun. Padahal aku merasa sediiihh sekali. Sampai saat ini aku merasa ada sisi hatiku yang belum bisa menerima bahwa dia telah “pergi”.

Masih terngiang di telingaku, percakapannya dengan ibuku menjelang keberangkatannya ke Jakarta untuk berobat.

“Iya Mak Entjun, Rita mau berobat ke Jakarta, tapi malem ya berangkatnya? Supaya sepi kapalnya”, katanya siang itu. Kami setuju. Kami ingin dia berangkat dalam keadaan yang dirasanya nyaman.

Ketika dia datang ke Jakarta, aku yakin dia akan sembuh. Beberapa hari di Jakarta, aku semakin yakin bahwa kondisinya membaik dan dia akan segera sembuh. Kami berobat sambil terus memohon kesembuhan dari Allah.

Tapi memang penyakit psikologis lebih sulit disembuhkan. Ketika fisiknya membaik tetapi secara psikologis dia sakit, semua pengobatan yang dilakukan menjadi sia-sia. Laki-laki sialan itu sudah menghancurkan semuanya! Bangsat! Ingin rasanya kubunuh laki-laki brengsek itu!

Sebenarnya, aku tidak rela dia “pergi” dengan penuh penderitaan bathin seperti itu. Ingin rasanya kurobek2 wajah suami sepupuku yang sudah membawa penderitaan baginya selama mereka menikah.

Sepupuku yang tadinya seorang wanita karir yang lumayan berhasil, akhirnya hidupnya dirongrong oleh laki-laki 'pengeretan' seperti itu.

Pertama kali aku melihat suami sepupuku itu, pikiranku memang sudah jelek. Ngomongnya yang sok tinggi dan guratan-guratan bekas narkoba di tangannya membuatku benar-benar kehilangan simpati di awal perjumpaan kami dulu. Laki-laki seperti itu hanya sampah dan benalu bagiku.

Sepupuku berhenti kerja atas permintaan suaminya ketika mereka menikah. Aku juga tidak mengerti, kenapa orang seperti sepupuku yang sudah mempunyai pekerjaan dan jabatan yang bagus di sebuah hotel berbintang, mau melepaskan karirnya dan hanya menjadi seorang ibu rumah tangga. Mengabdikan hidupnya untuk laki-laki seperti itu. Cinta apa ini namanya? Cinta bodoh!

At the end, suami yang tidak tahu diri itu bukannya membahagiakan sepupuku, malah membuat hidupnya menderita sampai dia mati! Brengsek!

Yang kusesalkan, kenapa sepupuku begitu memikirkan suaminya? Sepupuku collapse ketika mendengar suaminya berselingkuh di saat dia sedang berobat ke Jakarta, dan anak-anak mereka terlantar. Kenapa sepupuku tidak bisa memfokuskan pikirannya pada kesembuhannya dulu? Kenapa dia membiarkan laki-laki sialan itu membuat pikirannya kacau dan kondisi kesehatannya makin memburuk? Kenapa semua kejadian buruk itu tidak memacunya untuk sembuh dan bertekad memperbaiki kehidupannya, malah membuatnya semakin tidak bersemangat untuk sembuh?

Teh Rita, aku pengen kamu kuat waktu itu! Aku pengen kamu tau bahwa kami semua akan mendukung kamu! Tapi kamu lebih senang menjadi korban laki-laki itu. Tanggung jawab memikirkan keuangan keluarga ada pada laki-laki itu, bukan pada kamu! Seharusnya dia yang berfikir keras untuk kesembuhan kamu! Tapi kenapa kamu malah membiarkan laki-laki itu menguasai pikiran dan perasaanmu dengan bualannya? Arghhh….

Meskipun aku tahu mungkin ini jalan yang terbaik menurutNya, tapi aku tetap tidak bisa menghilangkan kebencianku kepada suami sepupuku itu. Setelah kematian sepupuku, aku juga mendapatkan kabar bahwa semasa dalam perkawinannya, sepupuku sering dipukuli oleh laki-laki jahanam itu. Kabar terakhir yang kuterima, dia sedang berusaha mendapatkan tanah warisan sepupuku dari neneknya. Benar-benar laki-laki tidak tahu diri! Sampah!

Monday, May 01, 2006

Tuhan...

Tuhan...
KataMu aku harus yakin dan percaya pada agamaku
KataMu aku harus bersaudara dengan semua manusia di dunia ini
KataMu kami harus saling menyayangi dan menghormati
KataMu hidup itu harus ada aturan yang jelas supaya manusia tidak terperosok
KataMu juga, kami harus saling menolong

Tapi Tuhan...
Banyak orang yang merasa dirinya adalah kepanjangan tanganMu
Banyak orang yang mempergunakan namaMu untuk menguasai manusia lainnya
Banyak orang melakukan tindakan yang memalukan atas nama agamaku
Banyak orang yang bertindak sesuka hati dengan menggunakan ayat-ayatMu sebagai tameng

Tuhan...
Aku hanya ingin bangga dengan agamaku
Aku hanya ingin mempercayai semua petunjukMu
Aku hanya ingin menjalani kehidupan beragama di dunia ini dengan damai
Dan aku juga hanya ingin merasakan indahnya hidup beragama seperti yang engkau sebutkan di kitab yang kau turunkan

Maafkan aku Tuhan...
Kalau aku harus membenci orang-orang yang seagama denganku tapi mereka berbuat memalukan
Kalau aku harus membenci mereka karena memusuhi orang lain
Kalau aku membenci tindak tanduk mereka yang melewati batas
Kalau aku membenci mereka yang berkedok pakaian lambang kesucian hanya untuk menakut-nakuti orang lain

Tuhan...
Sungguh, aku mencintai agamaku
Tapi Tuhan...
Orang-orang itu telah membuat kebanggaanku mati
Orang-orang itu telah membuat banyak orang lain membenci agamaku
Aku takut, kebencianku kepada orang-orang ini membuatku lupa diri
Maafkan aku Tuhan...

Got My New Putter!


Saturday afternoon, not like other Saturdays, my boyfriend and I finished our golf so late. We just got out from the golf course at 06.00 and left the club house at around 06.40 pm.

My boyfriend has a plan to play golf with his uncles on Monday, so he thought he needs to buy a new trolley.

We went to Pasaraya Blok M. There's Golf House over there. While he was searching for his trolley, I got a chance to play with the mini putting area that they used to have in a golf store.

I've been dreaming of a new putter. I tried some putters until two putters got my attention and tried that both putters for several times.

I didn't realize that my boyfriend has been ready with his trolley stuff, and he is watching me trying that putters.

"Do you like it?", he asked with a smile.

I said, "yes, but I don't know which one is best for me yet"

Then he's helping me with the two selected putters. Finally, I fit with one of them. The Odyssey White Steel #1. I think this is a great putter with a nice balanced feel. Good weight without being too heavy when I tried it.

"Do you want it?", my boyfriend asked me again.

"Yes, I like it. I'll buy this one when I have the budget", I replied.

He smiled again. You know what, this is what I love from him. He always smiles Then, he said again, "Take it, don't worry, I'll buy it for you"

Ha? Really? Ow... I love it, love it, love it! Muach! Thank you so much, Baby! Now I have a new putter and I can't wait to try it on the green!

Menumpang di Negara Sendiri

Ngomong-ngomong soal 42 warga Papua yang meminta suaka ke negara tetangga Australia, rasanya melihat keadaan di negara Indonesia sekarang ini, permintaan suaka itu sepertinya tidak bisa juga disalahkan.

Terlepas dari sikap saling menghormati hubungan diplomatik antara kedua negara, rasanya kebutuhan akan kehidupan yang aman, nyaman, dan lebih baik merupakan dambaan setiap manusia.

Merupakan hal yang wajar kalau seseorang merasa keselamatannya terancam dan kenyamanan hidupnya tidak didapatkan dari suatu tempat yang didiaminya selama beberapa lama, akan mencari tempat lain yang lebih aman dan nyaman bagi dirinya.

Saya tidak mengikuti dengan jelas berita mengenai alasan permintaan suaka ke 42 warga Papua itu kepada Australia, tetapi kalau melihat keadaan negara Indonesia seperti sekarang ini, sayapun rasanya tidak ingin lagi tinggal di Indonesia.

Banyak hal yang berubah begitu cepat di negara ini ketika gaung demokrasi diteriakkan dimana-mana. Saya menyadari, ketika suatu negara sedang dalam peralihan bentuk pemerintahan, akan terjadi pergolakan-pergolakan di dalam masyarakatnya. Indonesia sepertinya sekarang sedang dalam tahap beralih dari pemerintahan republik menjadi pemerintahan republik demokratis. Bisa dipahami bahwa dalam proses peralihan itu terjadi civil disorder dimana-mana, dan pembelotan beberapa warga untuk berpindah ke negara-negara tetangga yang lebih makmur juga merupakan satu proses yang biasa terjadi dalam proses peralihan tersebut. Timor Timur yang sekarang bernama Timor Leste, adalah salah satu contoh daerah yang ingin melepaskan diri dan berdiri sendiri. Kalau pemerintah Indonesia tidak pandai dalam mengatur daerah-daerah yang ada di dalam lingkup negara Indonesia, bisa-bisa satu demi satu daerah yang ada di Indonesia melepaskan diri dan ingin juga merdeka dan berdiri sendiri. Contoh lain adalah Maluku dan Aceh.

Saya bukan ahli di bidang pemerintahan ataupun kenegaraan. Yang saya tulis di sini adalah pemahaman saya sebagai orang awam, pikiran seseorang yang menjadi warga negara Indonesia sejak lahir.

Kembali kepada kebutuhan akan rasa aman dan nyaman menjadi warga negara Indonesia, sudah sejak lama saya tidak begitu merasakan "keamanan" dan "kenyamanan" sebagai warga negara Indonesia, terlebih lagi sekarang-sekarang ini.

Tingginya tingkat kejahatan dan makin banyaknya orang miskin di Indonesia yang turut berperan serta menciptakan orang-orang jahat baru, telah membuat rasa aman itu menjadi mahal. Banyaknya kelompok-kelompok yang ingin berkuasa di negara ini dengan memaksakan ideologi kelompoknya juga membuat rasa nyaman itu sulit didapat.

Bayangkan saja, setiap orang di Jakarta misalnya, tingkat kewaspadaan dirinya harus tinggi. Banyaknya orang-orang yang sulit mencari pekerjaan halal telah membuat orang-orang yang tinggal di Jakarta menjadi mudah curiga terhadap orang lain dan tingkat ke-tidak peduliannya kepada sesama manusia semakin tinggi. Contoh kecil saja, coba berkendaraan di Jakarta, selain macet, egoisme dari setiap pengendara kendaraan bermotor beroda dua atau empat sangat kelihatan. Contoh kecil lainnya, jika anda mendapat musibah di jalan, apakah masih ada orang yang akan peduli? Paling-paling orang-orang hanya akan menonton tanpa memberikan pertolongan apa-apa. Karena mereka punya bermacam-macam alibi untuk tidak menolong, misalnya : takut malah disalahkan, takut ikut-ikutan terbawa masalah, takut tertipu, atau bahkan benar-benar sudah tidak peduli dengan orang lain. Dalam banyak kesempatan malahan orang-orang yang ingin mengambil keuntungan dari kelengahan orang yang terkena musibah malah lebih sering berada di situ.

Contoh lainnya dari kebutuhan rasa aman yang sulit didapat adalah adanya premanisme berkedok agama. Premanisme yang dilakukan oleh kelompok agama tertentu, yang telah mengakibatkan kerugian bagi pihak lain sehingga pihak lain merasa kehilangan rasa amannya tidak dapat diatasi juga oleh kepolisian yang seharusnya bertugas melindungi masyarakat. Sudah banyak kasus-kasus yang terjadi dimana kelompok itu tetap bisa melakukan aksinya dimana-mana tanpa pihak kepolisian bisa bertindak tegas. Polisi yang tugasnya melindungi tidak bisa memberikan perlindungan yang dibutuhkan, dan hak-hak para pihak yang tertindas tidak juga bisa diperjuangkan. Jadi, apakah salah kalau kemudian timbul keinginan untuk mencari rasa aman di tempat lain? Padahal mereka juga warga negara Indonesia! Mereka punya hak dan kewajiban yang sama dengan para preman berkedok agama itu. Tetapi mereka ditindas secara terang-terangan, dan para petugas pelindung masyarakat tidak bisa berbuat banyak! Padahal kalau mau ditelusuri lebih jauh siapa pemimpin kelompok preman berkedok agama itu, mungkin saja dia bukan orang Indonesia asli!

Rasa nyaman pun semakin sulit didapat dan sangat mahal harganya. Contoh kecil saja, jalan tol. Sebagian besar jalan tol di Jakarta, macet! Sudah macet, masih harus bayar pula! Dan tarifnya terus naik!

Itu baru jalan tol, tidak usah ditanya lagi kalau jalan yang bukan tol. Macetnya tidak ketolongan!

Belum lagi abuse of power yang juga digunakan oleh orang-orang yang merasa dirinya "pejabat" yang seringkali memanfaatkan jabatannya untuk mendapatkan prioritas di jalan raya, dimana ketika mereka lewat di jalan tersebut, orang-orang diminta menyingkir dengan suara sirine dan pengawalan yang seharusnya menurut peraturan cuma Presiden dan Wakil Presiden saja yang bisa mendapatkan fasilitas seperti itu!

Adanya abuse of power yang digunakan oleh pemerintah-pemerintah daerah juga membuat rasa nyaman jauh dari jangkauan. Salah satu contohnya adalah penerapan Perda Pelacuran yang terjadi di Tangerang yang sangat merugikan masyarakatnya dan menimbulkan keresahan.

Ada lagi RUU APP yang draftnya memunculkan kontroversi di masyarakat karena dianggap memasuki areal pribadi setiap warga negara, menjadikan perempuan sebagai obyek tetapi lupa memasukkan kepentingan anak-anak di dalamnya, dan mengancam kesatuan negara.

Jadi, dimana rasa aman dan nyaman itu ketika kita sebagai warga negara saja merasa hidup di negara kita sendiri seperti menumpang? Bukankah wajar kalau kemudian seseorang berfikir untuk mencari tempat lain yang bisa memberikan rasa aman dan nyaman?

Jadi, apakah salah kalau ada orang-orang yang ingin mencari suaka ke negara lain, atau ada daerah-daerah yang ingin berdiri sendiri? Pemerintah jangan bisanya cuma merasa marah dan merasa dipermalukan saja, tapi bukti kongkret dari pemberian rasa aman dan nyaman itu sendiri mana?

Saya sendiri rasanya sudah muak berada di negara ini. Sejak 4 tahun yang lalu, saya sudah berancang-ancang ingin meninggalkan negara ini untuk berusaha mencari kehidupan yang lebih baik. Sayangnya ketika 4 tahun yang lalu saya sedang bersiap-siap untuk memulai langkah baru kehidupan saya di negara lain, sekelompok teroris bermain-main dengan nyawa dan nama baik negara Indonesia sehingga negara ini sempat diblokir oleh beberapa negara lain, salah satunya negara yang saya jadikan tujuan untuk kepindahan saya!

Tapi impian saya untuk berpindah ke negara lain belum mati. Sampai sekarang pun saya tetap memelihara cita-cita saya itu. Kalau saya hidup di negara saya sendiri saja seperti menumpang, saya pikir lebih baik saya menumpang di negara lain untuk mendapatkan hidup yang lebih baik dengan kualitas manusia-manusia yang dihasilkannya sudah bisa terlihat jelas lebih baik!

Friday, March 24, 2006

Closest to the Pin

Last Saturday, I was still sick. But it never stopped me from thinking of playing golf. I had my medicines as scheduled as I could, with the hope that I would be better on Saturday, so I would be able to play golf.

I was actually not really better. I got a bad headache, pain in my stomach, and so weak. It's not what I expected. Then I thought, driving would be a good choice as I wouldn't have to use my energy to walk through the 18 holes.

What's happened in the golf course was not as I thought. I couldn't resist to play! Gosh! This golf addictive has made me gathered all my strength. I told my boyfriend that I really wanted to play. He smiled. He knew that I would change my mind when we got there. He knew me so damn well!

He couldn't say anything but agreeing what I want, eventhough I saw a bit worry on his face, understanding that I wasn't even feeling better on my 5th day of sickness. "You are stubborn..." he said softly.

By the way, I got parathypus. But if I just staying in my room, I'll be worse. I got bored very easily. Did nothin but sleepin and watching tv.

Anyway, Tee Box 1 was full, so I started from the Tee Box 10. Golf was not going very well, so were my scores. I didn't get any pars. I got no power to hit the ball. My headache was getting worse and worse in every hole. Got bogey, double bogey, even triple bogey!

On the 18th hole, I hit the ball with no target. Like other holes, I just tried to make it straight. Only this time I asked my caddy to give me my Launcher Driver. Usually I use 3 Wood in this Par 3. Realizing that I would have no power, I thought I will just use my Driver. Surprisingly, the ball was hit straightly and went down close to the pin! From the tee box, I just hoped that I could get birdie on this hole.

Shockingly, my caddy shouted happily. "Yes!!! Closest to the Pin, Bu!!!"

I got surprised. [:O] Closest to the Pin?? Really???

Then I laughed out loud! Yes! Yes! and Yes!!! But, ouch! it came again, my headache!

My boyfriend laughed at me. He said, "wahhh mungkin kalau kamu mainnya sambil sakit malah dapet Hole in One terus nihhhh.... ;)

Hahahaha... this is the strangest golf I've ever had. I mean, in my bad condition, I could incidentally made a good point. It's not the money prize that I want, the note of Closest to the Pin is really something for me!

I couldn't finish my 18 holes anyway. Played 12 holes, and felt sooo exhausted. Couldn't get through the other 6 holes anymore. But for sure, I went home happily....

What's Going on with Indonesia?

Apa yang terjadi di Indonesia sekarang ini? Sepertinya sekarang ini terlalu banyak orang-orang yang menggunakan agama sebagai power.

Saya sebagai orang islam, yah walaupun bukan seorang Islam yang selalu kemana-mana pake baju muslim atau jilbab, kadang-kadang malu dengan kelakuan orang-orang yang menganggap dirinya taat beragama.

Agama sudah merambah kemana-mana. Pemerintahan, Ekonomi, Politik, bahkan sampai ke urusan hiburan. Sinetron di TV gak lebih dari menampilkan 'ancaman2' dan kuburan meleduk. Salah sedikit saja, matinya nggak karuan! Keluar ulet2 lah, lintahlah... aneh... Soeharto korupsi 30 tahun lebih aja sampe sekarang masih hidup tuh... hehe...

Sekarang, ada lagi yang namanya RUU Pornografi dan Pornoaksi. UU Pornografi & Pornoaksi untuk peningkatan moral bangsa? I dont think so. Itu alasan naif yang berkedok dogma agama! rupanya banyak pembuat kebijakan yang berlindung atas nama kebaikan moral!!! Basi semua!

RUU Pornografi & Pornoaksi ini juga mengandung bias laki-laki. Rok mini, pakaian ketat dan goyangan erotis yang tertera dalam rancangan ini, adalah imajinasi seksual yang sangat khas. Hanya laki-laki dengan pikiran cabul, yang menyibukkan diri dengan bayangan seperti itu.

Salah satu contohnya :
Bagian Kedua
Pornoaksi
Pasal 25
(1) Setiap orang dewasa dilarang mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual.

Pasal 25
(1) Setiap orang dewasa dilarang mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual.

Wahahahahahahah.... kalo yang sensual itu jempol kaki gue gimana dunks??? Bodoh!!!

Ada lagi :
Pasal 27
(1) Setiap orang dilarang berciuman bibir di muka umum.

Ini dia... Pikirannya jorok terus sih nih yang bikin RUU, gue juga kalo sama anak2 gue ciumannya di bibir!!! Mau hukum gue kalo ciuman sama anak gue??? Parah!!!

Pasal 36
(1) Pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, atau Pasal 32, dikecualikan untuk:
a. cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat‑istiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaanritus keagamaan atau kepercayaan;

Nah... buat cewek2 yang hobbynya pake tank top atau rok mini... Liat tuh, loe hanya boleh pake rok mini atau tank top kalau itu berhubungan dengan agama atau kepercayaan loe! Apa seh??? Semua kok dikaitkan dengan AGAMA???? Blah!!!

Anyway, sekarang banyak orang memakai kedok agama dalam menuntut atau melakukan apapun yang dia mau. Cara termudah untuk menarik simpati rakyat Indonesia yang kebanyakan masih lugu dan mudah terpengaruh oleh baju2 luar yang dipakai orang2 yang pandai bermain lidah.

Sekarang, kalau mau ngomong soal agama saja dibatasi! Pokoknya kalau orang mengkritik, dianggap orang murtad! Gak boleh ngomong gini, gitu, nanti dosa! Huh! Orang kita diberi OTAK buat memilah dan berfikir, diberi MULUT untuk bisa menyampaikan apa yang ingin kita sampaikan, diberi HATI untuk bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, dan masih banyak lagi ciptaan Allah yang ada di tubuh kita ini untuk bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin, kok baru menyampaikan pemikiran aja udah banyak yang sok melarang dan membatasi? *Manusia2 yang aneh...

Seringkali gue liat rombongan orang yang mengenakan pakaian muslim mengadakan acara sampai memblokir jalan. Menggunakan motor di jalan, membawa bendera kelompoknya, dan menguasai lebih dari separuh jalan sambil mengibarkan bendera kelompoknya seolah-olah mereka paling hebat deh di jalan itu! Belum lagi teriakan2 yang menyuruh orang lain menyingkir dari jalan! Dan yang bikin malu gue sebagai orang islam juga adalah karena mereka membawa agama dan memakai atribut agama dalam melakukan aktifitas itu, dan seharusnya mereka juga menghormati orang lain yang bukan muslim yang tentu saja juga banyak di jalan itu! Padahal mungkin saja banyak di antara mereka yang sebenarnya tidak tau apa yang sedang mereka lakukan. Hanya kumpulan manusia2 yang berpakaian muslim dan dimanfaatkan oleh orang2 yang ingin menangguk kekuasaan dengan cara memanfaatkan golongan terbesar kaum agama yang ada di negara ini!

Orang-orang sudah kebablasan. Agama yang seharusnya indah, dijalani dengan damai, damai di hati, damai juga di luar, sekarang malah dijadikan alat untuk merambah kekuasaan oleh orang2 yang mengganggap dirinya taat beragama. Beberapa ceramah seperti menakut-nakuti. Bernada mengancam. Padahal katanya Allah maha pengasih, maha penyayang, maha pemaaf, maha segala-galanya yang indah, tapi digambarkan oleh beberapa penceramah sebagai sesuatu yang sadis, tak kenal ampun, dan senang menghukum. Penceramah yang aneh...

Banyak pula orang2 yang senang berpakaian muslim, tapi mulutnya tidak pernah berhenti mengecam orang lain. Ini terjadi terutama pada kaum ibu2 rumah tangga. Jilbab dipakai kemana-mana, tapi mulutnya jahat. Kalau tidak percaya, coba amati sekeliling kita, perhatikan berapa banyak perempuan berjilbab yang senang menghakimi orang lain dengan perkataan-perkataan nyinyirnya. Yang bapak-bapaknya, pake baju koko kemana-mana, tapi hobbynya nilep duit rakyat, korupsi! Parah...

Sekarang RUU Pornografi dan Pornoaksi sebagian besar didasarkan pada agama juga. Rasanya Indonesia pelan-pelan ingin diarahkan menjadi negara Islam. Toleransi kepada agama lain makin berkurang, terkikis oleh napsu orang2 berkedok pakaian muslim.

Kalau ngomong soal agama, rasanya hak azasi manusia, terutama perempuan banyak yang dilupakan. Kebebasan bukan milik perempuan. Soon, kalau Indonesia akhirnya menjadi negara Islam, rasanya perempuan tidak akan lagi memiliki kebebasan. What? I can't hear you..... "kebebasan yang terarah?" hahaha... Arahnya SIAPA ya?

Indonesia bukan negara Islam! Walaupun mayoritas orang-orangnya beragama Islam, tapi kebudayaan yang beraneka ragam ini menunjukkan dengan jelas bahwa Indonesia bukan negara Agama!

Perbaikan menuju ke arah kebaikan sih gue setuju aja, tapi caranya itu lho, gak usahlah pake kekuasaan agama segala. Udah bosen and muak liatnya. Lagipula kalau cuma pakai baju muslim sudah dianggap taat beragama dan merasa omongannya patut didengar oleh banyak orang, apa itu namanya bukan jadi sombong sendiri? hm...

Anyway, rasanya hidup di Jakarta aja yang katanya kota metropolitan sekarang banyak orang2 munafik yang menggunakan agama sebagai tameng. Bagaimana dengan yang di daerah ya? hm...

Friday, February 17, 2006

Surga di bawah telapak kaki ibu...

One night, when me and my jewels are going to bed, we had a little chat before sleeping.
My Echa asked, "Mama, kata bu guru, surga itu ada di telapak kaki ibu ya Ma?"

Gue menjawab singkat sambil mencium pipinya yang menggemaskan, "iya"...

Then she asked again, "Berarti, di bawah telapak kaki Mama ada surga dong?" tanyanya dengan mata berbinar2.

Glek! Remembering what I have done in the past, I replied, "iya kali ya?"

Then she said again, "Berarti kalau di bawah telapak kaki ibu-ibu ada surganya, banyak banget dong Ma surganya?"

Gue jawab lagi, "ya bukan berarti surganya banyak sayang... itu kan hanya perumpamaan, bahwa ibu itu sebagai orang yang melahirkan anak2nya, harus disayang dan dicintai, karena perjuangan seorang ibu melahirkan anak itu berat sekali. Anak nggak boleh durhaka sama orang tuanya..."

Terus gue tambahin lagi, "Echa juga nanti kalo udah jadi ibu punya surga di bawah telapak kaki Echa..."

You know what her answer is? "Haaa?? Nggak ah, Echa nggak mau punya surga di bawah telapak kaki Echa, Echa takut"

"Lho? kenapa Echa takut?"

"Nanti kalo surganya diinjek-injek sama Echa, Echa dimarahin sama Allah"

hehehe... setelah itu gue sibuk meyakinkan dia bahwa maksud surga di bawah telapak kaki ibu itu bukannya kita menginjak-injak surga tapi yahh gitu deh... seperti yang sudah lazimnya diterangkan oleh guru2 gue di masa lalu juga...

Tapi yang paling agak mengagetkan adalah kesimpulan dari anak gue yang besar, Sydney. Dia berkesimpulan begini, "Jadi ya Cha... kalo kita pengen punya surga di telapak kaki kita, kita kawin aja, terus punya anak, kan udah jadi ibu tuh, nah punya surga deh kita!" *hihihi...